Walaupun saya lahir dan besar di Surabaya, tetapi setelah 8 tahun tinggal di Pandaan dengan udaranya yang sejuk dan angin semilir yang menenangkan, membuat saya lupa rasanya 'hangatnya' sinar matahari di Surabaya. Hingga akhirnya, saya balik ke kota kelahiran saya ini dan diingatkan lagi, rasanya udara siang di Surabaya.
Dulu ceritanya, saya dan istri sepakat untuk tinggal di Pandaan, dengan pertimbangan dekat dengan lokasi kerja istri saya. Kebetulan waktu itu istri baru melahirkan, jadi rencananya sih...pas istirahat makan siang bisa pulang untuk menyusui Bio. Plus kalau ada emergency situation, istri bisa dengan segera pulang ke rumah.
Tak terasa, 8 tahun sudah berlalu, sekarang Bio sudah waktunya sekolah SD. Waktunya balik ke Surabaya.
Kenapa nggak SD di Pandaan? Well, simply said kami tidak menemukan sekolah yang sesuai dengan visi kami untuk Bio, sebagaimana yang kami temukan di TK-nya Bio. Jadi, kami pun memutuskan bahwa ini waktunya balik ke Surabaya.
Pertanyaan berikutnya, tinggal di mana?
Ini yang cukup pelik. Pilihannya ada dua, ngontrak lagi atau ngebangun rumah yang lama nggak kami tempati karena masih ngumpulin uang untuk ngebangunnya. Dua-duanya sama-sama membuat kami harus merogoh tabungan kami dalam-dalam.
Akhirnya, setelah beberapa mempertimbangkan plus-minusnya, keputusan pun jatuh pada membangun rumah sendiri. Pertimbangannya waktu itu, daripada ngeluarin uang buat rumah orang, sekalian aja ngebangun rumah sendiri. Walaupun, konsekuensinya adalah menguras tabungan yang juga disiapkan untuk keperluan lain.
Keuntungan menggunakan kontraktor, di antaranya adalah kita mendapatkan semua kebutuhan kita all in one. Namun, tentu saja, biayanya lebih mahal dibandingkan membayar tukang secara harian.
Sedangkan bila menggunakan tukang harian, walaupun kita bisa menekan biaya, tetapi konsekuensinya adalah kita harus meluangkan waktu untuk mengawasi pekerjaan mereka hampir setiap hari. Di samping itu, yang bikin ketar-ketir juga, karena kami tidak punya pengalaman dan pengetahuan sama sekali dalam membangun rumah.
Jadi, susah juga kalau harus mengawasi pekerjaan yang kita nggak tahu standar hasil kerjanya seperti apa bukan?
Syukur Alhamdulillah, di tengah kegalauan itu, kakak ipar saya yang beberapa waktu lalu merenovasi rumahnya merekomendasikan tukang yang ia pekerjakan. Ceritanya, tukang ini sudah cukup lama membantu renovasi rumah mertua saya, dan hasil kerjanya juga bagus.
Dari informasi yang saya baca-baca tentang tips membangun rumah, bila memutuskan untuk menggunakan jasa tukang harian, maka kita harus meluangkan waktu lebih untuk mengawasi pekerjaan mereka. Karena isu yang beredar bila menggunakan jasa tukang harian, ada kecenderungan pekerjaan dibuat lama selesainya agar tetap bayaran. Nah kalau gini kan yang dirugikan ya si pemilik rumah, which in this case saya dan istri saya.
Jadi, harus ada yang mengawasi pekerjaan mereka in daily basis, yaitu saya yang sejak awal tahun ini beralih ke dunia freelance dengan waktu kerja yang lebih fleksibel. Masalahnya, saya nggak tahu sama sekali tentang membangun rumah. Walaupun bisa baca-baca atau lihat video di Youtube, tapi tetap saja, kondisi lapangan bisa jadi berbeda jauh,
Nah, supaya saya tahu apa yang harus diawasi dari pekerjaan para tukang ini, berarti saya harus punya acuan standar dong, minimal punya gambar kerja.
Kami pun cari-cari, siapa yang bisa membantu membuatkan gambar kerja untuk jadi acuan kami. Kebetulan, teman istri saya punya kenalan, akhirnya kami pun menghubungi beliaunya dan setelah nego-nego harga, akhirnya beliau pun setuju untuk membantu membuatkan gambar kerja untuk kami.
Walaupun agak mepet, akhirnya gambar kerja itu pun kami terima sebelum proyek dimulai.
Di hari yang sama, saya pun sudah mendatangkan beberapa material yang akan digunakan untuk pekerjaan tahap awal, membangun pondasi. Material, pekerja dan alat sudah siap, maka proses berikutnya adalah mulai pengerjaan.
Keesokan harinya, mereka sudah mulai bekerja dengan melakukan pengukuran dan memindahkan material-material yang diperlukan ke lokasi pekerjaan.
Cuaca yang cerah di satu sisi memang mendukung sekali untuk penyelesaian proyek, tetapi juga cukup menantang juga. Apalagi untuk ukuran orang yang lama tinggal di daerah sejuk seperti Pandaan.
Selain mengawasi proyek pembangunan rumah, saya juga aktif mengantar-jemput Bio yang sudah mulai sekolah secara tatap muka. Berangkat pagi pukul 07:30, balik untuk mengawasi proyek dan pergi lagi pukul 11:00 untuk menjemput Bio sudah menjadi rutinitas saya sehari-hari. Pulang, makan siang lalu menyelesaikan pekerjaan menulis, kemudian balik lagi ke lokasi proyek.
Belum lagi kalau harus kelilingan ke toko bangunan untuk mencari material terbaik dengan harga murah.
Walaupun lahir dan besar di Surabaya, tapi karena sudah 8 tahun tinggal di Pandaan, ternyata saya tetap merasakan njegleg juga dengan perbedaan cuaca ini. Keringat karena harus mengenakan helm ditambah paparan sinar matahari saat di proyek, bikin rambut saya mulai lepek dan susah diatur. Keramas dengan shampoo biasanya pun rasanya tidak banyak membantu.
Masalahnya, kalau saya cukur habis rambut saya, yang ada malah saya seperti ulo marani gepuk. Sudah tahu cuacanya lagi hot-hot-nya, malah rambut yang notabene pelindung kulit kepala, dihabisin. Jadi, solusinya adalah ganti shampoo.
Kebetulan, saat menulis artikel pesanan klien, saya kok ya nemu tautan ke sebuah artikel yang membahas tentang manfaat garam laut untuk rambut antara lain:
Pertanyaanya, gimana cara pakai garam laut buat keramas?
Untungnya, beberapa waktu lalu saat lagi blogwalking ke blog sahabat saya, saya menemukan satu paket perawatan rambut dan kulit kepala yaitu Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner yang mengandung manfaat-manfaat garam laut seperti yang saya jelaskan sebelumnya.
Satu hal yang berkesan buat saya saat pertama kali mencoba Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo adalah wanginya yang eksotis. Mirip wewangian aroma terapi gitu. Terus, wanginya yang eksotis ini baru terasanya setelah shampoo kita busakan dan dipakai keramas.
Kalau cuma dituang di tangan atau dicium dari botolnya, aromanya cenderung nggak berbau menurut saya sih.
Shampoo ini saya pakai juga untuk rambut Bio. Ya walaupun tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 13 tahun, tapi so far tidak ada reaksi yang gimana-gimana juga, malah rambutnya jadi makin mengkilap.
Setelah selesai keramas, rangkaian perawatan rambut pun berlanjut dengan menggunakan conditioner-nya.
Untuk conditioner berwarna pink ini, saya pakainya seperti pakai pomade, lalu saya diamkan beberapa saat biar meresap. Biasanya, sambil nunggu, saya lanjut sabunan dengan produk body care-nya Scarlett.
Selesai sabunan, saya pun membilas semua dari rambut hingga ujung kaki.
Sejak menggunakan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner ini, saya merasa rambut saya lebih mudah diatur. Selain itu, saya suka wanginya yang so relaxing itu. Rambut jadi lebih mudah diatur dan terasa lebih lembut.
Buat kamu yang penasaran, seperti apa sih sensasi menggunakan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner ini, kamu bisa pesan melalui: https://linktr.ee/scarlett_whitening seharga 75 ribu rupiah per botolnya.
Ada yang sudah pernah coba? Yuk share pengalaman kalian menggunakan shampoo dan conditioner ini.
Dulu ceritanya, saya dan istri sepakat untuk tinggal di Pandaan, dengan pertimbangan dekat dengan lokasi kerja istri saya. Kebetulan waktu itu istri baru melahirkan, jadi rencananya sih...pas istirahat makan siang bisa pulang untuk menyusui Bio. Plus kalau ada emergency situation, istri bisa dengan segera pulang ke rumah.
Tak terasa, 8 tahun sudah berlalu, sekarang Bio sudah waktunya sekolah SD. Waktunya balik ke Surabaya.
Kenapa nggak SD di Pandaan? Well, simply said kami tidak menemukan sekolah yang sesuai dengan visi kami untuk Bio, sebagaimana yang kami temukan di TK-nya Bio. Jadi, kami pun memutuskan bahwa ini waktunya balik ke Surabaya.
Pertanyaan berikutnya, tinggal di mana?
Ini yang cukup pelik. Pilihannya ada dua, ngontrak lagi atau ngebangun rumah yang lama nggak kami tempati karena masih ngumpulin uang untuk ngebangunnya. Dua-duanya sama-sama membuat kami harus merogoh tabungan kami dalam-dalam.
Akhirnya, setelah beberapa mempertimbangkan plus-minusnya, keputusan pun jatuh pada membangun rumah sendiri. Pertimbangannya waktu itu, daripada ngeluarin uang buat rumah orang, sekalian aja ngebangun rumah sendiri. Walaupun, konsekuensinya adalah menguras tabungan yang juga disiapkan untuk keperluan lain.
Bangun Rumah : Pakai Kontraktor vs Tukang Harian
Setelah mantap memilih untuk membangun rumah sendiri, kegalauan pun berlanjut ke tahap mau pakai kontraktor (borongan) atau bayar tukang harian nih. Hasil riset (baca: googling) menunjukkan bahwa keduanya punya keuntungan dan risikonya sendiri, baik hasil kerja dan yang utama, biaya.Keuntungan menggunakan kontraktor, di antaranya adalah kita mendapatkan semua kebutuhan kita all in one. Namun, tentu saja, biayanya lebih mahal dibandingkan membayar tukang secara harian.
Sedangkan bila menggunakan tukang harian, walaupun kita bisa menekan biaya, tetapi konsekuensinya adalah kita harus meluangkan waktu untuk mengawasi pekerjaan mereka hampir setiap hari. Di samping itu, yang bikin ketar-ketir juga, karena kami tidak punya pengalaman dan pengetahuan sama sekali dalam membangun rumah.
Jadi, susah juga kalau harus mengawasi pekerjaan yang kita nggak tahu standar hasil kerjanya seperti apa bukan?
Syukur Alhamdulillah, di tengah kegalauan itu, kakak ipar saya yang beberapa waktu lalu merenovasi rumahnya merekomendasikan tukang yang ia pekerjakan. Ceritanya, tukang ini sudah cukup lama membantu renovasi rumah mertua saya, dan hasil kerjanya juga bagus.
Mensupervisi Sesuatu Yang Kita Nggak Ngerti
Setelah mendapat nomor kontak tukang yang dimaksud, saya pun menghubungi beliau dan sepakat untuk bekerja sama dalam membangun rumah kami.Dari informasi yang saya baca-baca tentang tips membangun rumah, bila memutuskan untuk menggunakan jasa tukang harian, maka kita harus meluangkan waktu lebih untuk mengawasi pekerjaan mereka. Karena isu yang beredar bila menggunakan jasa tukang harian, ada kecenderungan pekerjaan dibuat lama selesainya agar tetap bayaran. Nah kalau gini kan yang dirugikan ya si pemilik rumah, which in this case saya dan istri saya.
Jadi, harus ada yang mengawasi pekerjaan mereka in daily basis, yaitu saya yang sejak awal tahun ini beralih ke dunia freelance dengan waktu kerja yang lebih fleksibel. Masalahnya, saya nggak tahu sama sekali tentang membangun rumah. Walaupun bisa baca-baca atau lihat video di Youtube, tapi tetap saja, kondisi lapangan bisa jadi berbeda jauh,
Nah, supaya saya tahu apa yang harus diawasi dari pekerjaan para tukang ini, berarti saya harus punya acuan standar dong, minimal punya gambar kerja.
Kami pun cari-cari, siapa yang bisa membantu membuatkan gambar kerja untuk jadi acuan kami. Kebetulan, teman istri saya punya kenalan, akhirnya kami pun menghubungi beliaunya dan setelah nego-nego harga, akhirnya beliau pun setuju untuk membantu membuatkan gambar kerja untuk kami.
Walaupun agak mepet, akhirnya gambar kerja itu pun kami terima sebelum proyek dimulai.
Eksekusi Proyek Di Tengah Teriknya Siang Di Surabaya
Dan, kurang lebih 2 minggu setelah lebaran, tukang yang saya hubungi pun datang bersama 5 orang timnya. Mereka tiba sore hari dari kampung halamannya di Probolinggo, jadi pekerjaan baru dimulai keesokan harinya.Di hari yang sama, saya pun sudah mendatangkan beberapa material yang akan digunakan untuk pekerjaan tahap awal, membangun pondasi. Material, pekerja dan alat sudah siap, maka proses berikutnya adalah mulai pengerjaan.
Keesokan harinya, mereka sudah mulai bekerja dengan melakukan pengukuran dan memindahkan material-material yang diperlukan ke lokasi pekerjaan.
Cuaca yang cerah di satu sisi memang mendukung sekali untuk penyelesaian proyek, tetapi juga cukup menantang juga. Apalagi untuk ukuran orang yang lama tinggal di daerah sejuk seperti Pandaan.
Selain mengawasi proyek pembangunan rumah, saya juga aktif mengantar-jemput Bio yang sudah mulai sekolah secara tatap muka. Berangkat pagi pukul 07:30, balik untuk mengawasi proyek dan pergi lagi pukul 11:00 untuk menjemput Bio sudah menjadi rutinitas saya sehari-hari. Pulang, makan siang lalu menyelesaikan pekerjaan menulis, kemudian balik lagi ke lokasi proyek.
Belum lagi kalau harus kelilingan ke toko bangunan untuk mencari material terbaik dengan harga murah.
Walaupun lahir dan besar di Surabaya, tapi karena sudah 8 tahun tinggal di Pandaan, ternyata saya tetap merasakan njegleg juga dengan perbedaan cuaca ini. Keringat karena harus mengenakan helm ditambah paparan sinar matahari saat di proyek, bikin rambut saya mulai lepek dan susah diatur. Keramas dengan shampoo biasanya pun rasanya tidak banyak membantu.
Mencoba Shampoo Dan Conditioner Dengan Kandungan Garam Laut
Dengan kondisi rambut tak karuan seperti itu, opsi saya hanya ada dua, mau dicukur habis atau mengganti shampoo saya.Masalahnya, kalau saya cukur habis rambut saya, yang ada malah saya seperti ulo marani gepuk. Sudah tahu cuacanya lagi hot-hot-nya, malah rambut yang notabene pelindung kulit kepala, dihabisin. Jadi, solusinya adalah ganti shampoo.
Kebetulan, saat menulis artikel pesanan klien, saya kok ya nemu tautan ke sebuah artikel yang membahas tentang manfaat garam laut untuk rambut antara lain:
- Mengontrol kadar minyak berlebih di kulit kepala
- Membersihkan kulit kepala
- Menguatkan akar rambut
- Menambah volume rambut
- Mencegah rambut rontok dan bercabang
- Menyehatkan folikel rambut dan kulit kepala
- Membuat rambut berkilau
Pertanyaanya, gimana cara pakai garam laut buat keramas?
Untungnya, beberapa waktu lalu saat lagi blogwalking ke blog sahabat saya, saya menemukan satu paket perawatan rambut dan kulit kepala yaitu Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner yang mengandung manfaat-manfaat garam laut seperti yang saya jelaskan sebelumnya.
Pengalaman Menggunakan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo & Conditioner
Satu hal yang berkesan buat saya saat pertama kali mencoba Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo adalah wanginya yang eksotis. Mirip wewangian aroma terapi gitu. Terus, wanginya yang eksotis ini baru terasanya setelah shampoo kita busakan dan dipakai keramas.
Kalau cuma dituang di tangan atau dicium dari botolnya, aromanya cenderung nggak berbau menurut saya sih.
Shampoo ini saya pakai juga untuk rambut Bio. Ya walaupun tidak direkomendasikan untuk anak di bawah 13 tahun, tapi so far tidak ada reaksi yang gimana-gimana juga, malah rambutnya jadi makin mengkilap.
Setelah selesai keramas, rangkaian perawatan rambut pun berlanjut dengan menggunakan conditioner-nya.
Untuk conditioner berwarna pink ini, saya pakainya seperti pakai pomade, lalu saya diamkan beberapa saat biar meresap. Biasanya, sambil nunggu, saya lanjut sabunan dengan produk body care-nya Scarlett.
Selesai sabunan, saya pun membilas semua dari rambut hingga ujung kaki.
Sejak menggunakan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner ini, saya merasa rambut saya lebih mudah diatur. Selain itu, saya suka wanginya yang so relaxing itu. Rambut jadi lebih mudah diatur dan terasa lebih lembut.
Kesimpulan
Menjalani rutinitas mengantar-jemput anak sekolah, mengawasi proyek, hingga muter-muter ke toko bangunan di siang hari memang cukup menantang, terutama buat rambut saya. Namun, sejak menggunakan rangkaian hair care dari Scarlett, rambut saya jadi lebih mudah diatur dan terasa lebih lembut.Buat kamu yang penasaran, seperti apa sih sensasi menggunakan Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner ini, kamu bisa pesan melalui: https://linktr.ee/scarlett_whitening seharga 75 ribu rupiah per botolnya.
Ada yang sudah pernah coba? Yuk share pengalaman kalian menggunakan shampoo dan conditioner ini.
Saya juga suka banget Scarlett Yordanian Sea Salt Shampoo dan Conditioner nya, tapi sayangnya shampoo nya diminta si Kakak.
ReplyDeleteJadinya mamak pakai shampoo lain, tapi condinya Scarlett.
Ternyata lebih ngaruh kalau pakenya bareng dong, kalau pakai keduanya rambut jadi nggak gampang lepek dan wangi :)
Hahaha...seleranya si kakak bagus juga ya mbak ðŸ¤
DeleteShare opini atau pengalaman kamu tentang topik tulisan ini di sini. Share juga tulisan ini temen-temenmu, jika menurutmu bermanfaat.
&Joy!