Kehidupan itu seperti air yang mengalir, terkadang ada aja tai yang lewat.

kebencian-yang-mendalam

Pernah nggak kamu ketemu orang yang kamu benci setengah mati dari lubuk hatimu yang terdalam?

Kalau ada, kita samaan 🙏🏻.

Ada satu orang yang sampai hari ini sukses bikin saya gagal move on sangking sakit hatinya saya sama ybs. 

Setiap kali ada momen yang bikin saya ingat orang itu, dari cara dia memperlakukan saya yang sangat disrespectful itu, omongannya, ekspresi yang menghinadinakan tersebut...bikin hati auto mendidih.

Bahkan kadang-kadang nggak ada apa-apa, tahu-tahu sekelebetan gitu keingat dirinya dan moment of disgrace kala itu. Itu yang bikin saya lebih sebal lagi, ya sebal sama dia, juga sama diri saya sendiri yang masih aja gagal move on.

But you know what, beberapa hari ini saya mulai mikir tentang respon saya terhadap kedzaliman orang tersebut yang rasanya kurang bijaksana (baca : GOBLOK!).

Kenapa saya bilang respon saya itu adalah respon yang GOBLOK? Here's why... .

1. Buang-buang Waktu

Tahukah kamu kalau waktu adalah sumber daya yang sangat berharga, tetapi nyatanya sering tersia-siakan oleh aktifitas fisik dan mental yang nggak guna dan nirfaedah?

That's exactly yang saya lakukan.

Segitu bencinya saya dengan orang itu sampai-sampai kadang mendoakannya untuk ditimpa keburukan-keburukan, dari yang ringan-ringan hingga tingkat yang lebih parah.

Di beberapa kali kesempatan ketika saya duduk bersimpuh di hadapan-Nya, terucap doa-doa buruk teruntuk orang tersebut. 

Akan tetapi, recently, saya merasa kalau apa yang saya lakukan itu buang-buang waktu. Bahkan bukan cuma waktu saja yang terbuang. Termasuk juga sumber daya lain seperti: Ketrampilan, tenaga, waktu, konsentrasi dan lainnya.

Gimana nggak buang-buang sumber daya, lah wong saya mikir dan ngedoainnya sampai segitunya, padahal yang nun jauh di sana, santai-santai menikmati hidupnya. Kan ga fair itu.

2. Tanpa Sadar, Saya Jadi Sepertinya (Bahkan Lebih Buruk)

Sangking mikirin dan mendoakannya, saya melihat kok lama-lama saya makin mirip dia (even worse). Dari cara bicaranya, hingga postur dan gesturmya.

Celakanya lagi, tanpa saya sadari, saya mulai menjadi mirip dengannya dari cara bicara hingga postur tubuhnya. 

Masalahnya, yang terpaksa menelan pil pahit akibat perilaku saya yang meng-copy perilaku orang itu tak lain adalah: Bio dan istri saya. 

WTF!!!

***

Memilih Untuk Menerima Dan Memperbaiki Diri

Recently saya mulai menyadari bahwa apa yang saya lakukan selama ini, cara saya merespon kedzaliman orang itu, ternyata keliru.

Alih-alih moving forward, cara saya merespon itu membuat saya stuck di sini-sini aja. Shame on me.

Jadi, going forward, saya berjanji pada diri saya sendiri untuk merespon kenangan bersamanya dengan cara yang berbeda. 

Alih-alih mengutuk dan mempertanyakan, kok ada sih orang seperti itu. Sepertinya akan lebih bijaksana bila saya mulai menerima kenyataan bahwa orang seperti itu memang nyatanya ada.

Kenapa Allah meng-adakan orang seperti itu? Allahu 'alam. 

Kemudian, rasanya juga lebih wise bila saya mulai menyadari bahwa what that motherfucker did, was totally wrong. Karenanya, harusnya saya melakukan yang berbeda. Bukannya malah ikut-ikutan style orang itu yang udah jelas-jelas salah.

In the end, saya belajar bahwa ternyata menyimpan kebencian itu lebih banyak mudharat-nya daripada maghfirat-nya. Untuk diri kita, terlebih orang-orang di sekitar kita.

Jadi, buat kalian yang saat ini lagi benci-bencinya sama seseorang, kalau boleh saya berpesan...stop it before it's too late. 

Berhentilah merusak dirimu sendiri dengan menyimpan kebencian di dalam hati.