Pernah nggak sih kamu merasa muak dan kesal dengan cara orang tua kalian memperlakukanmu waktu kecil dulu? Bentakan, tamparan yang meninggalkan luka di tubuh dan lebih-lebih di hati. Lalu kemudian, kamu berjanji pada dirimu sendiri untuk tidak menjadi orang tua seperti mereka, kelak.
Hari berganti, waktu berlalu. Akhirnya tiba waktunya giliranmu menjadi orang tua. Kesempatan untuk menjadi orang tua yang baik pun tiba.
Sehari, dua hari...semua berjalan dengan baik. Namun lambat laun, seiring dengan pertumbuhan anak, mulai terasa friksi-friksi antara mau kita dan maunya anak-anak.
Dari yang "Bentar Ma," saat anak diminta melakukan sesuatu, sampai si anak tidak melakukan yang kita mau. Entah itu sengaja atau pun tidak.
Ya namanya anak-anak, mereka pasti punya mau sendiri. Tinggal kita yang pandai-pandai mengarahkan mereka dan mengolah kemampuan komunikasi kita.
Maunya sih gitu.
Namun apa daya, ketika badan dan pikiran sudah lelah dengan semua pekerjaan dan kegiatan. Di saat akal sehat menuntut istirahat, akhirnya hanya tinggal emosi yang menguasai.
Boro-boro mau memaklumi 'kenakalannya', lihat rumah berantakan saja, sudah auto menggalak. Alhasil tanpa disadari, alih-alih menjadi orang tua yang lebih baik, yang ada malah jadi lebih beringas dibandingkan orang tua terdahulu.
Padahal sudah berjanji, tapi lupa sendiri.
Setidaknya, itu yang saya alami. Semoga saja cuma saya sendiri.
Belajar Menjadi Orang Tua Yang Lebih Baik
Kalau saya mengklaim bahwa saya adalah orang tua yang ideal, sangat baik lagi bijaksana, lemah lembut, tak pernah membentak...sudah bisa dipastikan bahwa itu kalau nggak saya lagi mabuk ya ada yang nge-hack mulut/jari saya.
Karena nyatanya, saya sangat jauh dari definisi orang tua yang baik...mendekati pun tidak. Malah tak jarang saya merasa kalau cara saya mengasuh dan mendidik Bio, itu lebih buruk dari cara orang tua saya mengasuh dan mendidik saya dulu.
But how???
Kebetulan sekali beberapa waktu lalu, ada sebuah undangan tantangan menulis tentang parenting yang digagas oleh Mbak April. Pikir saya, mungkin ini adalah momen yang pas untuk saya belajar menjadi orang tua yang lebih baik untuk Bio.
Saya nggak akan bilang kalau saya tahu banyak tentang parenting. Namun, siapa tahu dengan menulis tentang parenting yang memerlukan saya mencari referensi, secara bersamaan saya juga belajar tentang what a good parent is all about.
Cara Menjadi Orang Tua Yang Lebih Sabar ala Zen Habits
Di minggu pertama menulis topik parenting ini, saya mau mengangkat tema tentang menjadi orang tua yang sabar. Bisa tebak kenapa?
Ya, definetely karena sabar adalah sesuatu yang rasanya bertolak belakang dengan diri saya, terutama dalam melakoni peran saya sebagai orang tua.
Kebetulan beberapa waktu lalu, saya menemukan sebuah tulisan menarik tentang menjadi orang tua yang lebih sabar. Dan berikut ini beberapa ide yang bisa saya coba untuk menjadi orang tua yang lebih sabar untuk Bio.
1. Hitung Sampai 10
Menghitung dalam hati 1 sampai 10. Jadi idenya saat tanki kewarasan kita mulai kering dan di saat yang bersamaan si anak 'berulah' di depan kita, kan by default bawaannya pengen ngedamprat tuh. Nah, tahan dulu sambil ngitung 1 sampai 10. Katanya sih, cara ini cukup efektif lho.
2. Tarik Nafas Dalam-dalam
Cara ini akan efektif jika dikombinasikan dengan cara pertama. Jadi setelah menghitung 1 hingga 10, tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan. Bayangkan setiap kemarahan dan rasa frustasimu keluar di tiap hembusan nafasmu.
3. Tandai
Salah satu cara mengendalikan dorongan untuk marah adalah dengan menyadarinya. Dan supaya bisa melakukannya, disarankan untuk membawa kertas dan pensil ke manapun kita pergi. Kemudian setiap kali kamu merasakan dorongan untuk marah, tandai dengan tally.
Dengan menyadari hal-hal atau momen-momen yang memicu kemarahanmu, kamu bisa memikirkan cara lain untuk meresponnya.
4. Bayangkan Kamu Dilihat Orang Banyak
Biasanya nih, kita cenderung ngempet marah kalau sedang di tempat umum. Giliran udah di tempat sepi, nggak ada yang lihat...habis tuh anak. 😈👹
Nah, coba latihan setiap kita mau 'ngebom' anak kita, bayangin kalau kita tuh lagi ada di tempat umum. Intinya ada yang ngelihat lah.
5. Apa Yang Akan Mommy Lakukan
Istri saya, mommy-nya Bio, adalah wanita yang sangat luar biasa dalam mendidik Bio. Kombinasi ketegasan dan lemah lembut yang sempurna.
Kadang-kadang saat dorongan untuk marah-marah mulai muncul, saya mencoba bertanya...kalau mommy, kira-kira apa yang akan dia lakukan ya.
Siapa pun role model-nya, nggak masalah. Intinya, cobalah bertanya pada diri sendiri, kalau dia ada di posisi saya, apa yang akan dia lakukan ya?
6. Apakah Cara Ini Membantunya?
Saat mulai marah-marah, kadang saya juga bertanya-tanya, kira-kira dengan marah-marah seperti ini, akan membantu dia menjadi lebih baik nggak ya.
Harusnya cara ini membantu untuk memfokuskan marah sebagai cara mendidik, bukan media katarsis semata.
7. Take a Break
Kadang-kadang kita perlu rehat sejenak dan menjauh dari situasi dan kondisi yang memicu kemarahan kita. Ambil waktu 5-10 menit untuk menenangkan diri, mengatur nafas dan memikirkan kata-kata yang hendak kita ucapkan, tindakan dan solusinya.
Lalu kembali dengan kepala yang sudah dingin.
8. Ajarkan
Ingat, anak-anak ya tetaplah anak-anak. Mereka itu tidak sempurna, tidak tahu cara melakukan sesuatu dan masih perlu banyak belajar. Kitalah guru mereka yang bertugas mengajarkan mereka hal-hal yang kita tahu.
Walaupun udah dikasih tahu 10x, tetap harus diajari lagi. Siapa tahu yang ke-11 baru klik dianya. 😉
Dan ingat, kita pun nggak selalu berhasil melakukan sesuatu dalam percobaan pertama bukan?
9. Visualisasikan
Cara ini akan efektif bila dilakukan sebelum momen sarat tensi tiba. Visualisasikan bagaimana kamu mau bereaksi terhadap tingkah polah anak-anak, gimana cara menangani situasi tersebut, apa yang kamu katakan, respon anak gimana?
Coba pikirkan dan visualisasikan situasi idealnya dan terapkan saat terjadi betulan.
10. Tertawalah
Kadang kita perlu mengingatkan diri kita bahwa tidak satu pun orang yang sempurna, dan bahwa kita harusnya menikmati momen-momen bersama mereka...yang seharusnya menyenangkan
Nggak selalu berhasil sih, tapi nggak ada salahnya kan terus mengingatkan diri 😉
11. Just Love
Alih-alih marah-marah, ajari dirimu untuk bereaksi dengan penuh cinta kasih. Anak bikin rumah berantakan? Bikin huru-hara di sekolah? Meresponlah dengan cinta kasih.
Kesimpulan
Kita nggak akan bisa menjadi orang tua yang sempurna, tetapi kita bisa kok terus belajar dan memperbaiki diri untuk menjadi orang tua yang lebih baik dari hari ke hari.
Bukan untuk menjadi lebih baik dari orang tua kita atau orang tua lain di luar sana, tapi untuk menjadi orang tua yang lebih baik untuk anak-anak kita...titipan-Nya, yang luar biasa.
Bagaimana denganmu? Apakah kamu masih terus berjuang menjadi orang tua yang lebih sabar dan penuh cinta kasih untuk anak-anak?
Good luck ya...apa pun itu, percayalah, kamu sudah cukup untuk anak-anakmu. Just love them the way they are.
Menjadi orangtua itu gampang-gampang susah, harus belajar otodidak karena tidak ada sekolah khusus untuk menjadi ortu. But It's Ok, tanggung jawab yang besar menjadi proses pembelajaran tentang kehidupan yang sesungguhnya. Dari anak, kita dapat belajar tentang banyak hal baru yang so amazing..
ReplyDeleteSetuju mbak. Asal....kita mau membuka mata dan hati untuk mereka ajari hal baru itu.
DeleteBelajar itu seumur hidup, termasuk menjadi orang tua, harus terus belajar dan belajar. Dan saya setuju dg kesimpulannya bhw tujuan terpenting adlh menjadi orang tua terbaik utk anak2 kita.. trims sharingnya
ReplyDeleteSama-sama mbak. Semoga bermanfaat.
DeleteAlhamdulillah ortuku kyknya sabaaarr. Tapi kadang anaknya (baca: aku) kok esmosian yaaa huhu :P
ReplyDeleteEmang kudu belajar mengendalikan marah yang kyknya sumbernya dari ekspektasi pada anak.
Kudu banyak2 belajar supaya bisa mengkomunikasikan semuanya dengan kepala dingin gak nada tinggi mulu huwahuwa #ntms
TFS :D
Hmm...mungkin salah pergaulan apa ya mbak? Hehehehehe... .
DeleteIya, sepertinya ekspektasi yang ketinggian ini yang sering bikin jadi sensian, ngamukan kali ya. Mungkin ada baiknya kita 'sesuaikan' ekspektasi kita, biar anak happy dan nyaman ada di rumah, bersama kita.
Pakai teknik pausing ya Mas biar enggak gampang ngegas ke anak? Namanya anak2 ada aja kelakuannya dan bikin geleng2 kepala :D.
ReplyDeleteNanti kalo bapak dan ibunya sering marah anaknya ikut2an jadi pemarah. Emang butuh pengendalian diri dan pengendalian emosi biar bisa happy parenting tanpa amukan.
Oh ya ortunya juga kudu menuhin tangki cintanya baru ia bisa salurin cinta ke anak2.
Kak Prima anaknya baru 1? Sama dong.
Hehehe...iya mbak. Emang keliatan banget kalau niru marahannya. Setelah ditelusuri, lah kok niru ortunya seh.
DeleteKalau saya, anaknya cuma 1 mbak, bukan baru 1 hehehe... .
Mungkin Mas Prim bisa ditambah dengan membekali diri dengan mengetahui perkembangan anak. Khususnya otak anak. Kenapa anak kesannya tidak mau nurut dan nakal di mata kita. Sepanjang pengetahuan saya perkembangan otak mereka belum lah sempurna. Sambungan-dambungan sel syaraf di otak mereka belum sempurna, oleh sebab itu suara kita tidak boleh naik sekian oktaf karena akan menghambat perkembangan mereka. Apalagi membentak dan berteriak. Jadi sebagai orang tua hemat saya, kita juga harus punya pijakan apa dan bagaimana perkembangan anak ditambah berbagai ilmu pengetahuan dan landasan agama dan dalil.
ReplyDeletesampai saat ini saya masih terus berjuang jadi orang tua yang sabar. kadang suka sedih karena di waktu-waktu tertentu saya gak bisa nahan emosi di depan anak, hiks
ReplyDeleteSangat menginspirasi Kang. Dan benar, saat kita menulis sesuatu yang membutuhkan referensi, terkadang justru kita sedang belajar dari prosesnya.
ReplyDeleteTerkait menjadi orangtua yang baik, ya memang proses dan belajar seumur hidup sih ya. Dan sejauh ini, cara 'memposisikan diri di keramaian' memang paling ampuh sih. Atau paling enggak menghindar dulu untuk menenangkan diri ketika marah.
Menjadi orang tua yang baik dan sabar tuh memang pelajaran yang ngga pernah ada habisnya, ya. Trial and erroe terus setiap hari
ReplyDeleteLangkah-langkah pengingatan yang serba baik. Semoga langkah serba positif di atas, dimampukan bagi kita semua dan bahkan diteruskan oleh anak-anak kita kelak.
ReplyDeleteAamiin ya Allah
sebagai ibu aku sering banget merasa belum menjadi ibu yang sabar buat anak-anak karena masih sering ketrigger sama kelakuan mereka. padahal sudah membaca buku parenting juga cuma kadang memang ada masanya saat emosi lagi jelek dan capek dan tahu-tahu meledak deh. huhu
ReplyDeleteShare opini atau pengalaman kamu tentang topik tulisan ini di sini. Share juga tulisan ini temen-temenmu, jika menurutmu bermanfaat.
&Joy!